Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mendapat informasi soal 5 ribu senjata ilegal dipesan oleh instansi dari luar. Ucapan itu disampaikan Gatot dalam acara 'Silaturahim Panglima TNI dengan Purnawirawan TNI' di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9) lalu.
Pimpinan DPR meminta Panglima TNI Gatot Nurmantyo agar menjelaskan institusi apa yang diisukan memesan 5 ribu pucuk senjata ilegal dari luar.
"Saya juga membaca itu, mendengar itu. Memang ini menjadi pertanyaan besar. Tetapi saya juga tidak tahu yang dimaksud Panglima TNI itu institusi mana. Kalau misalnya ada seperti itu mestinya bisa dibuka supaya tidak boleh ada kejadian lagi," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
Pengadaan alutsista termasuk senjata, lanjut Fadli, memiliki mekanisme dan prosedur. Karena itu tak boleh ada institusi yang tidak berhak memesan senjata dalam jumlah ribuan.
"Itu sangat berbahaya. Kita hanya membolehkan yang punya hak untuk mengadakan senjata dan sebagainya," ujarnya.
Pernyataan Panglima TNI itu juga menurutnya bisa menjadi peringatan. "Jadi saya kira ini warning juga. Mudah-mudahan Panglima TNI bisa menjelaskan institusinya institusi mana. Kalau ada institusi itu bersalah ya tentu harus ditegur," jelasnya.
Ia menambahkan institusi itu juga harus dipelajari apakah murni sebagai institusi atau sekadar mengatasnamakan oknum tertentu. "Apakah ini institusi sebagai institusi atau sekadar oknum-oknum yang mengatasnamakan institusi tersebut. Ini kita harus pelajari," terangnya.
Menko Polhukam Wiranto menepis isu soal ada institusi di luar TNI dan Polri memesan 5 ribu senjata api ilegal. Menurut Wiranto, dalam isu tersebut yang benar adalah Badan Intelijen Negara (BIN) memesan 500 pucuk senjata untuk kepentingan sekolah.
"Ini pun buatan Pindad bukan dari negara orang," kata Wiranto.
Wiranto pun meminta isu tersebut tak perlu dipolitisasi. "Untuk itu maka saya jelaskan agar tidak muncul spekulasi lain," kata dia.
Wiranto juga menegaskan kondisi bangsa saat ini tetap aman dan tak perlu ada yang dikhawatirkan. "Jangan ada spekulasi lain," katanya.
Wiranto mengatakan ada persoalan komunikasi yang tak tuntas antara lembaga terkait. Ia telah memanggil Kepala BIN, menghubungi Panglima TNI, Kapolri dan pimpinan lembaga terkait lainnya mempertanyakan informasi tersebut.
"Ternyata memang ini hanya masalah komunikasi yang tidak tuntas dalam hal pembelian senjata," ujarnya.
Selain itu, Wiranto menegaskan pembelian itu tak perlu izin atau kebijakan dari Presiden. "Prosedur pembelian senjata pada jenis seperti ini secara spesifik tidak perlu kebijakan Presiden secara khusus. Tidak perlu libatkan Presiden," jelasnya.
Dia mengatakan, senjata yang dibeli untuk keperluan sekolah intelijen ini juga bukan standar TNI dan izinnya tidak melalui Mabes TNI melainkan Polri. "Oleh karena itu kalau ada isu bahwa pembelian senjata ini atas persetujuan Presiden dan sebagainya saya kira tidak," tambahnya.
Dia membantah asumsi publik yang mengatakan bahwa isu pembelian senjata dilakukan kelompok tertentu yang dapat mengganggu keamanan nasional. Wiranto juga meminta publik tak memperpanjang polemik tersebut. Selain itu dia meminta agar isu ini tak dipolitisir.
"Tidak ada masalah sebenarnya. Tidak akan dikhawatirkan bahwa ada kekuatan-kekuatan lain yang akan membeli senjata sampai 5 ribu pucuk untuk hal-hal yang akan mengganggu kepentingan nasional. Tidak sama sekali," tegasnya.